Kamis, 18 Desember 2014

Keris Pelaris Itu Bangkitkan ‘Dendamnya’



Kisah Nyata Pasien Abah Rahman
            KARENA hujan deras masih mengguyur bumi pada Rabu sekira pukul 10 Wib itu, aku, Mbak Rini dan Abah Rahman berbalik arah menuju tempat praktek Abah Rahman. Kami memutuskan menunda rencana ‘ngalap berkah’ ke sebuah tempat keramat di kawasan Deli Tua.
            Ternyata, aku yang terlanjur kuyup tak tahan ‘dibantai’ hujan. Karena mantelku kebetulan model baju celana, dan itu kuminta dipakai Mbak Rini yang kubonceng. Mantel Abah Rahman juga modelnya sama. Sebab itu pula, kami yang sudah berada di Jalan Kopi kawasan Marindal, singgah ke sebuah warung. Sementara Abah Rahman berinisiatif membelikan mantel untukku.
            Baru sekitar lima atau tujuh menit kami duduk di warung nasi, handphone Mbak Rini yang pengusaha pakaian itu berdering. Oleh seseorang, Mbak Rini diminta meluncur ke rumahnya di kawasan Medan Selayang, karena petugas bank ingin menangih janji pembayaran kredit. Kalau tidak, rumah akan disita. Mbak Rini pun menjawabnya, “tunggu saya pulang.”
            “Stress betul awak, Bang. Beginilah nasib janda, semuanya serba sendiri. Karena capek miskin, setahun lalu itu kan awak kredit ke bank, untuk buka toko pakaian kecil-kecilan. Tapi itulah, karena banyaknya hutang lama yang mau dibayar, orang tua di kampung pun menyandarkan hidupnya sama awak, enam bulan sudah pembayaran macat,” ungkap Mbak Rini. Air matanya menitik deras, mengimbangi hujan yang tak kunjung reda.
            “Jadi apa yang bisa kami bantu dengan Abah Rahman ?” tanyaku.
            “Coba kita diskusikan nanti sama Abah Rahman, Bang. Apa yang awak harus lakukan dengan keris kecil pelaris ini. Tiga bulan sudah awak mahari ini, Bang,” sambutnya.

SOLUSI ABAH RAHMAN
            Begitu Abah Rahman sampai ke warung dengan membawa sebuah mantel untuk kupakai, persoalan Mbak Rini itu pun disampaikan kepadanya. Abah Rahman hanya manggut-manggut. Dan kulihat dia seperti berpikir keras, karena dua bola matanya naik turun, seakan mencari sesuatu untuk diamati. Mungkin, itulah yang dimaksud dengan menerawang.
            Terus paranormal pemilik nomor handphone 0813 7630 6023 itu bilang,”jadi saranku begini, Mbak Rini. Mbak telephone petugas bank, bilang minta waktu sampai senin nanti. Tidak usah pulang, karena terikat janji lagi nanti, karena ada yang mau ditekenkan mereka itu. Sudah, telephone lah, aku bantu doa.”
            Paten, Mbak Rini pun bisa ‘mengusir’ petugas bank dari rumahnya. “Jutaan itu Bah, untuk senin nanti. Apa yang harus awak buat ?” Tanya Mbak Rini.
            Dijawab pemilik akun facebook Abdur Rahman dan www. Abah rahman.blogspot.com itu,”coba Mbak ingat-ingat, siapa-siapa yang sudah Mbak tawari belanja pakaian atau bakal pakaian. Atau yang mungkin bisa jadi agen penjualan. Kita hanya punya waktu empat hari, sebelum senin kan.”
            “Oh…. ada Bah, ada. Enam orang juga yang awak telephone. Apa petunjuk, Bah ?”
            “Oke. Sekarang begini, kita pisah. Aku balik ke tempat praktek, karena ada pasien menunggu,” kata pemilik pin BB 214841E6 itu, sambil menunjukan BBM yang masuk.
            “Kami ?” tanyaku, sampil menyepak kaki Mbak Rini yang disampingku, dengan maksud supaya dibayarnya nasi yang kami makan bertiga.
            Mbak Rini pun bangkit, tapi ditahan Abah Rahman. “Sudah, aku saja yang bayar, Mbak. Sekarang, Abang kawani Mbak Rini menjumpai enam orang itu. Tak usah ditelephone mereka. Dari penerawanganku, mereka di alamatnya masing-masing ini. Mbak Rini, bawa keris pelaris kan ?”
            “Iya, Bah bawa. Karena takut tercecer, maaf, awak tarok di bra,” jawab Mbak Rini polos. Spontan kami berdua tertawa.
            “Tak masalah, kalau niat meletakkannya tak menyimpang. Dimana saja pun boleh, asal kan tidak di tempat yang kotor. Memang, maaf kalau diletakkan di cd misalnya, tidakkan hilang energi supranaturalnya.
Percayalah. Karena tak ada benda apa pun yang bisa menyedot energi supranatural di wadahnya, baik cincin, keris kecil, maupun benda lain, kecuali aku atau guruku yang menariknya. Hanya saja, kita sudah melanggar asas kepatutan.
 Kan tak patut namanya kalau benda keramat semacam itu, kita letakkan sembarangan. Jangan mentang-mentang maharnya hanya Rp 300 ribu, kita bisa sembarangan. Energi di benda-benda itu, konek ke langsung ke aku itu, sebagai penerima ijazah ajiannya.”
“Maaf Bah, sudah mengecewakan Abah,” sebut Mbak Rini.
Abah Rahman tertawa kecil. “Aku tidak marah, Mbak. Hanya mau menerangkan apa sebetulnya energi supranatural itu, dan harus bagaimana kita menghargai dan menggunakannya. Oke. Sekarang, kita terobos lagi hujan ini. Supaya kebetuhan senin terpenuhi. Aku tetap akan kontrol, perjalanan Mbak.”

BANGKITKAN ‘DENDAM’
            Mbak Rini pun kubonceng di tengah hujan, menuju ke enam alamat dimaksud. Dan betul penerawangan Abah Rahman itu, kami ketemu dengan keenam orang dimaksud.
            Singkat kisah, memang tidak seluruhnya berhasil. Tapi dari satu orang, Mbak Rini mendapatkan janji transfer Rp 7,6 juta untuk pemesanan bakal baju seragam batik. Kebetulan, yang dipesan ada di toko Mbak Rini.
            Bathinku waktu  transaksi itu, luar biasa pengaruh energi keris kecil pelaris made in Abah Rahman. Bayangkanlah, sebetulnya pada awalnya pemesanan tak jadi, karena corak batik yang tak cocok. Tapi bisa pula Mbak Rini meyakinkan, bahwa corak batik yang ada padanya cukup bagus untuk seragam sebuah sekolah. Dan orang yang kami jumpai itu, menyambut dengan manggut-manggut. Minta keesokan harinya diantar barang, stelah itu ditransfer uang.
            Itulah, akhirnya kami pulang setelah menelepon Abah Rahman. Dibilang Abah Rahman,”sejumlah itu yang dibutuhkan, ya itu dulu lah diperoleh. Yang harus disyukuri, doa kita Kabul, karena betul-betul darurat.”
            Ketika kami makan malam yang kemalaman, Mbak Rini pun mengakui bahwa, sebentuk keris yang dimantrai Abah Rahman sebagai cincin pelaris buat Mbak Rini itu pengaruhnya terasa betul.
“Begitu dipakai, macam ada dorongan dari dalam diri. Yang namanya malas, ragu, segan untuk menawarkan jualan, bisa hilang. Yang enam orang kita jumpai tadi kan yang awak telepon setelah pakai keris ini. Rupanya ada yang harus didekatkan dengan energi keris ini ya, supaya del,” kata Mbak Rini.
Mbak Rini juga mengakui bahwa, keris pelaris hasil olah bathin Abah Rahman itu sudah membangkitkan ‘dendamnya’ terhadap kemiskinan. Buktinya, badan Mbak Rini seperti tak capek mengerjakan apa saja yang pantas dan halal, supaya dia bisa bayar hutang, memenuhi kebutuhan hidup, dan pada gilirannnya nanti punya tabungan.
“Dari kecil awak miskin, Bang. Memang sih, selama ini motivasi cukup kuat untuk mengubah nasib. Tapi begitu pakai keris pelaris, ibaratnya, kalau selama ini awak lari kepepatan gopek, ini sekarang sudah lari seribu,” kata janda beranak satu itu. Tidak hanya aku yang terbahak, dia juga. Itu menandakan, pikirannya sudah segar.
Itulah, sungguh pun resikonya aku sampai rumah tengah malam, karena harus mengantar Mbak Rini ke rumahnya di  kawasan Medan Selayang, tapi aku puas. Bisa membantu dia untuk menuntaskan satu persatu persoalan hidupnya.
Nekat memang aku, karena dia janda yang baru hari itu kukenal, karena diminta Abah Rahman memboncengnya.****



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar