Sabtu, 20 Desember 2014

‘Mengintip’ Fenomena Mistis Di Kawasan Perkebunan Sei Merah


Oleh : Abah Rahman
Ternyata, kawasan perkebunan Sei Merah Tanjung Morawa Deli Serdang itu menyimpan ‘fenomena mistis’. Boleh jadi inilah salah satu objek yang bisa menawarkan keberkahan tertentu untuk penggiat ‘ngalap berkah’. Inilah yang ‘terintip’ ketika kami menyambangi kawasan nan asri itu sekira tiga jam.
Namanya perkebunan Sei Merah di kawasan kec. Tanjung Morawa Deli Serdang, Sumut. Untuk menyambangi kawasan nan asri itu, menggunakan sepeda motor juga bisa. Seperti yang kami lakoni pada Jumat akhir November lalu. Rencana semula, kami ingin bertandang ke wilayah desa. Tapi itulah, begitu melintas di antara pohon sawit di sana, yang terjadi adalah ‘kontak radiasi elektromagnetik’. Semacam kontak gelombang lewat medan magnet, yang menyebabkan terjadinya penyatuan gelombang atau sinyal. Maksudnya begini. Kami kan kebetulan sudah mendalami ilmu kebathinan sejak beberapa tahun lalu, dan Alhamdulillah sampai sekarang sudah membuka praktek paranormal. Artinya, dalam tubuh kami sudah ada semacam ‘softwere berantena’ yang secara spontan dapat menghubungkan pusat gelombang (energi diri pada kami) dengan gelombang-gelombang yang dikehendaki (gelombang terbimbing) yang berada di luar diri. Nah, melalui ‘softwere berantena’ itulah masuk informasi bahwa, di kawasan itu ada komunitas makhluk ghaib. Kontak gelombangnya begitu terasa karena relatif dekat, sehingga kami memutuskan untuk singgah.
Khodam IlmuSingkat kisah, setelah menyampaikan salam secara kebathinan, kami pun ‘menelusur’ lewat gelombang yang telah terhubung tersebut, dengan maksud bertamu ke pemukiman mereka. Raga kami berada di bawah pohon sawit yang tidak jauh dari jalan, namun yang ‘menelusur’ khodam ilmu kami. Namun ternyata letih juga. Sebab perjalanan yang harus di tempuh oleh khodam ilmu kami, memakan waktu hingga 22 menit, untuk sampai ke gerbang salah satu pemukiman mereka yang terdekat. Memang sulit untuk membandingkan antara waktu di alam ghaib dengan waktu di alam nyata. Tapi itulah kira-kira, sekitar 22 menit, jika dipakai hitungan waktu di alam nyata. Ini hitungan perjalanan pergi ya, dan perjalanan pulangnya pasti sama. Artinya, perjalanan kita ke sana tidaklah seperti perjalanan mengikuti arus energi listrik atau cahaya, sungguh pun yang dipakai sebagai sarana ‘berjalan’ adalah gelombang yang terhubung tanpa putus tersebut. Sebab ibarat masuk hutan, ternyata ada beberapa jarak (kawasan) yang harus dilewati. Dan mirip seperti masuk kawasan hutan belantara. Kalau mau dihayalkan, seperti mau masuk ke perkampungan suku pedalaman. Bedanya memang, kemungkinan kami tidak akan tersesat. Karena ‘mata’ kami seperti cahaya yang sudah sampai ke objek (sampai batas gerbang pemukiman mereka). Tugas kami ‘berjalan’ hanya memperpendek ‘jarak pandang’. Semakin pendek jarak pandang, yang ditandai membesarnya objek yang dilihat, berarti sudah semakin dekat, dan akan sampai ke tujuan. Singkat kisah lagi, kami berkesempatan dialog dengan satu makhluk yang mungkin usianya sudah di atas seratus, tapi masih ganteng. Mengenakan jubah putih. Dia memang menunggu di pintu gerbang, begitu bisa kontak dengan kami. Dia terkesan cukup santun, dan bisa menangkap maksud kedatangan kami. Kalau meminjam istilah anak-anak sekarang,” aduh senyumnya yang awak tak tahan.’ Tapi sayangnya, kami dimintanya untuk memilih waktu yang lain, jika ingin bertandang ke pemukimannya. Karena ternyata, ada kegiatan yang harus dilakukannya pada sore itu. Kalau meminjam istilah kita, mereka mau wirid. Dan kami disarankannya untuk menyambangi kediaman seorang tokoh di kawasan Sei Merah itu. Untuk memudahkan kami menyambangi orang dimaksud, dia menghubungkan gelombang kami dengan gelombang, kita sebut saja orang tua, seperti dimaksud makhluk ghaib itu.
Khodam Orang SaktiSingkat kisah, setelah kami pamitan dengan sosok makhluk ghaib itu, khodam ilmu kami pun kembali ke raga kami. Kemudian, sesuai informasi sang orang tua seperti yang dimintanya saat kami komunikasi, kami pun melanjutkan perjalanan ke sebuah rumah dengan sepeda motor. Nah dari orang tua itulah kami memperoleh informasi bahwa, ada tiga tokoh ghaib yang bermukim di kawasan perkebunan nan asri tersebut. Namanya Ki Guntur Geni, yang tidak lain adalah sosok makhluk ghaib yang berhasil kami ‘jumpai’ melalui gelombang terbimbing. Kemudian Mbah Poleng dan Mbah Zirah. Menurut orang tua kita ini, makhluk yang tiga itu adalah khodam ilmunya tiga orang sakti yang hidup di masa lampau. Maksudnya begini. Pada masa lampau hidup tiga orang sakti yang bernama Ki Guntur Geni, Mbah Poleng dan Mbah Zirah. Sayangnya kami lupa menanyakan, apakah ini nama asli atau gelar, atau panggilan hormat. Setelah mereka meninggal dan dikuburkan, ilmu masing-masing mencari tempat, karena dalam kepercayaan ghaib ilmu itu tidak akan pernah mati. Ilmu yang mencari tempat itulah yang diistilahkan dengan khodam ilmu. Khodam ilmu ini tidak ada beda ‘wujud tubuhnya’ dengan sang pemilik ilmu. Makanya tetap dipakai nama-nama sang pemilik ilmunya, supaya mudah menandai. Karena memang biasanya ada spesifikasi ilmu.
‘Ngalap Berkah’Jadi, kata orang tua kita itu, bagi penggiat ‘Ngalap Berkah’ (pencari berkah atau tuah), silahkan saja membangun komunikasi dengan tiga tokoh ghaib dimaksud. Tapi orang tua kita ini tidak berani menjamin berhasil, karena menurutnya makhluk seperti manusia tidak punya kekuasaan untuk menjamin. Pastinya, seperti yang diketahuinya selama ini, tiga khodam ilmu itu berkarakter seperti karakter pemilik ilmunya. Ya seperti itu, Ki Guntur Geni, karakternya santun dan penghiba. Makanya, bagi siapa yang bisa berkomunikasi kepadanya, lalu betul-betul tulus ingin mendapatkan berkah karena ada persoalan yang dihadapi, biasanya berhasil. Tapi begitulah, karena Ki Guntur Geni ahli pula dalam penerawangan, harus bersihkan niat dulu kalau ingin berkomunikasi. Karena khodam ilmu itu tahu betul untuk bersikap jika yang berkomunikasi kepadanya adalah orang-orang yang misalnya ingin ‘anggar jago’, atau mau ‘menawannya’ sebagai kekuatan Ghain untuk melakukan kejahatan. Begitu menurut orang tua kita yang keberatan namanya dipublikasikan. Bagi yang hobi dengan hal-hal yang ghaib seperti ini, silahkan untuk memanpaatkan peluang. Namun sekedar mengingatkan, tetaplah dalam tuntunan ajaran agama, dan jangan pernah berpaling dari kebesaran Tuhan. Hanya kepadaNya kita menyembah, dan hanya kepadaNya pula kita memohon pertolongan. Begitu kalimat yang diungkap orang tua kita tersebut, sebagai penutup bincang-bincang kami, karena masuk waktu salat maghrib.(*)
Tulisan ini telah dipublikasikan di Majalah MISTERI edisi 595 (20 Desember - 04 Januari 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar