Berkat Cincin Pelaris Abah
Rahman
enam
bulan, bisa kubayar. Hebat betul cincin yang kumahari itu.
HEBAT betul cincin pelaris yang
kumahari sekira dua bulan yang lalu itu, ya Abah Rahman. Dengan mahar hanya Rp
300 ribu untuk sebentuk cincin yang memiliki energi supranatural tingkat
tinggi, aku bisa mengakhiri hidup seperti di awang-awang.
Kusebut hidup seperti diawang-awang, karena memang
kosong betul pikiranku selama lima bulan lebih kurang itu. Tak tahu lagi aku
mau berbuat apa, begitu kujalani kebangkrutan, karena terjebak hutang rentenir
berkedok koperasi. Takut tidak, berani juga tidak. Pasrah juga, ya.. entahlah.
Aku hanyalah seorang janda beranak dua, satu SMA kelas
3 dan satunya lagi SMP kelas 3, yang jauh dari tanah kelahiran. Yang baru setahun
belakangan ini nekat membuka usaha Warung Makan ‘ala kadarnya’, bermodalkan
uang rentenir. Karena jujur Bah, aku ingin jauh dan jauh sekali dari dunia
hiburan malam, yang terpaksa kujalani selama empat tahun lebih kurang di luar
provinsi ini.
Tapi itulah Bah, hanya empat bulan pertama cicilan
bulanan rentenir yang bisa kupenuhi. Bulan kelima hingga bulan kesepuluh,
betul-betul macet. Sebulan berikutnya, mulailah sang rentenir mengambili
satu-satu apa yang ada di warung makanku. Dan nyaris saja warung itu disitanya.
Warung itu Bah, dihargai Rp 22 juta oleh pemiliknya,
dan kunekatkan dicicil Rp 1 juta perbulan selama 22 bulan. Ini juga pekerjaan
nekat, karena itu tadilah, aku mau kembali jadi sosok ibu yang bersih.
Warung sederhana itu baru Rp 5 juta kubayar. Padahal
mestinya, kalau dihitung bulan ya, harusnya sudah Rp 11 juta atau Rp 12 juta.
Tapi aku bersyukur, sang pemilik benar-benar ikhlas membantuku, Bah. Per betul
dia.
Aku didorongnya untuk terus mencari jalan keluar dari
lingkaran rentenir, supaya usahaku itu bisa dipertahankan. Soal pembayaran
cicilan warung, diberinya kelonggaran.
Kapan saja bisa cicil, ya mulai lagilah dicicil. Toh
kalau pun aku khianat kepadanya, tak kan mungkin warung itu bisa kulipat dalam
koper untuk kubawa lari. Apalagi warung itu belum dibuatkan suratnya. Hanya
sepucuk surat perjanjian cicil. Begitu bunyi seloronya kepadaku.
PESAN MIMPI
Jadi itulah Bah, seperti yang sudah
kuceritakan sama Abah Rahman, sang pemilik warung itulah yang mengarahkanku
memahari cincin pelaris Abah itu. Dan dikasinya aku uang Rp 300 ribu, sebagai
maharnya.
Dia katanya, dapat informasi tentang praktek Abah
Rahman, dari adik iparnya yang sudah mengalami hebatnya
cincin pelaris made in Abah Rahman, untuk membangkitkan usaha dagang.
Begitu seminggu kupakai cincin pelaris, eh aku dapat
pesan dari mimpi, Bah. Yang kuingat yang datang dalam mimpiku itu, adalah sosok
orang tua berjanggut agak kurus, tapi kok wajahnya mirip Abah Rahman ya ?
Padahal kan Abah Rahman masih muda, gendut dan ganteng. Foto di Facebook akun
Abdur Rahman, juga ganteng kok. Maaf Bah, seloro sekalian memuji. Hehehe…
Isi pesan Bah, supaya aku tabah, tidak lupa intropeksi
diri dan tidak lupa dengan orang susah. Dia meyakinkan bahwa, kalau aku sering
bersedekah, dan tidak lagi mengusir kalau ada gelandangan minta makan, usahaku
akan lancar lagi. Semua hutang pun akan terbayar.
Memang kuakui Bah, pernah aku mengusir seorang gelandangan
yang minta makan ke warungku. Padahal maksudku waktu itu, menyuruhnya pergi
sebentar, supaya pelanggan yang makan tidak jijik melihat dia yang kumal. Nah
kalau warung sudah kosong, silahkan dia datang lagi. Pasti kukasi, Bah.
Tapi karena entah dia tersinggung atau apa ya, dia
sampai sekarang tidak pernah datang lagi. Kuakui Bah, aku sudah berdosa.
TAK JADI DISITA
Eh.. besoknya begitu aku bangun
tidur Bah, cincin pelaris yang melingkar dijari manis tangan kananku, kok
seperti menyetrum tanganku. Makanya ku SMS Abah waktu itu melalui nomor Abah 0813 7630 6023, macammana ini,
kan kutanya begitu. Jawab Abah, dampak positif itu. Mudah-mudahan cepat
berhasil.
Betul saja Bah, setelah seminggu aku
bersedekah dan selama ini pula jari manisku cenut-cenut karena getaran cincin
pelaris agaknya, ada saja yang menyebabkan aku dapat uang. Pelanggan yang
semula kadang banyak kadang sedikit, bisa pula menyamaki warung yang sempit itu
sampai sekarang.
Itu satu ya, Bah. Kedua, eh… jiran
warungku Bah, mulai pula satu per satu langganan catering. Memang pemilik
warung sering mempromosikan aku, Bah. Dan karena aku sudah kehabisan modal,
dibantu pula oleh pemilik warung. Beberapa yang minta catering, kuminta uangnya
di muka. Mau pula orang itu. Luar biasa itu kan, Bah.
Akhirnya, warung pun tak jadi disita
oleh rentenir. Kami sudah buat surat perjanjian bahwa, sisa hutang berikut
bunganya, akan kulunasi sebelum Januari 2014. Pemanjaminya adalah sang pemilik
warung yang sangat baik hati itu, Bah. Dia itulah yang pernah BBM sama Abah,
setelah kukasi pin BB Abah, 214841E6 itu.
Terima kasih ya, Abah Rahman. Doa
kan aku ya Bah, bisa membiayai anakku sampai tamat kuliah. Bisa minta maaf dan
bersaudara dengan gelandangan yang pernah kuusir itu. Dan seringlah ingatkan
aku Bah, supaya sering mendoakan pemilik warung yang baik hati itu, Bah. Aku
sangat berhutang buda kepadanya, juga Abah Rahman.*
Catatan : tulisan ini bersumber
dari
beberapa
SMSnya yang masuk ke Hp
Abah
Rahman, yang redaksinya diperbaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar