Sabtu, 21 April 2018

Rahasia jadi Orang Kaya, Abah Rahman Diwejang Roh

Tahu dhawuh? Itu perintah gaib dari leluhur. Yang bisa mendengarnya tentu tak banyak. Ini kemampuan insan yang hidup kuekueh memegang roh spiritualitas nenek moyang. Yang selalu mendahulukan kebatinannya daripada duniawi. Dan di Medan, Abah Rahman masuk kategori orang 'berlebih' itu.

Setidaknya, itu dibuktikannya lewat gelar ritual memanggil roh. Ini aksinya kali kesekian sejak terjun ke dunia okultisme. Dikenal lama bergelut di dunia jurnalistik, ahli batiniyah itu pun memanggil beberapa wartawan. Ritual di Pancuran Gading, pemandian Putri Hijau di Delitua, Deliserdang, itu digelar Selasa Kliwon 10 April 2018. Karena digelar April dan dalam keyakinan mistik Abah Rahman bulan itu bersimbolkan ekonomi, niat dari ritual pun disasar pada niat meraih hidup makmur.
Kaya. Nah, wisik atau pesan keramat soal keinginan itu diharap muncul dari roh yang segera dipanggil Abah Rahman.

"Melihat alam gaib itu tak ubahnya seperti berada dalam rumah kaca. Kacanya semua riben. Tentu saja yang ada di dalam dapat melihat yang ada di luar. Sedangkan yang ada di luar tidak bisa melihat yang ada di dalam," kata Abah Rahman di sela menyiapkan sesaji ritual. Di depan duduk silanya, tampak bertih, sirih, telur ayam dipinang, kendi berisi air, serta bunga-bungaan, di antaranya rosan pantun, datuk, dan macan kera.

"Yang ada di dalam (rumah kaca)," sambungnya, "itulah roh atau mahluk halus seperti bangsa jin. Sedangkan yang ada di luar adalah manusia. Kalau manusia ingin melihat roh atau jin, maka harus menempelkan mukanya ke kaca. Maka akan melihatnya. Itu namanya mengintip. Kalau ingin lebih jelas lagi, ya harus membuka pintu (rumah kaca) dan masuk, trus duduk dan bercakap-cakap dengan mereka. Mengintip, melihat dengan membuka pintu, kemudian duduk dan ngobrol bersama (roh), itulah yang segera saya lakukan sekarang."

Tapi saat semua perlengkapan sesaji harum itu siap sedia diantar ke alam gaib, cenayang itu mendadak menyeleksi para calon penonton aksinya. "Maaf, kalau di antara kawan (wartawan) ada yang diam-diam tak percaya, lebih baik menjauh. Begini. Ini soal batin. Soal rasa. Soal kepercayaan. Dan yang batinnya menolak (percaya) bisa mengganggu (ritual). Makanya saya tak pernah mau menerima pasien yang ragu-ragu, yang hatinya belum mantap mencari solusi masalahnya lewat jalan supranatural. Ini perlu dikatakan agar orang yang belum tahu menjadi tahu."

Ternyata tak ada yang hengkang dari lokasi dikenal keramat itu. "Oke, mantap, semuanya sehati." Spiritualis bertubuh subur itu bangkit dari duduknya. Dan, sesaji dalam nampan dibawanya menuju sebuah pohon tua dekat alur Sungai Deli kawasan itu. Langkahnya dibuntuti para penyaksi kisah wingit itu. "Ingat ya, bukan roh Putri (Hijau) atau dayang-dayangnya atau roh prajurit pengikutnya yang diinginkan (datang). Selain karena untuk itu perlu syarat lebih dari ini, di ritual ini saya juga ingin membuktikan soal kawasan ini penuh dengan rute lintasan mahluk halus. Di kawasan inilah banyak berkumpul energi dari dunia mereka," Abah Rahman berkata sambil berjalan, membelah gelap menuju titik lokasi ritual.

Tak sampai 10 menit berjalan dari Pancuran Gading, lokasi dituju pun dicapai. Teng! Malam itu, pukul 00.09 WIB, ritual dimulai. Mengantar sesaji, Abah Rahman lalu bertapa di bawah pohon tua itu. Mulutnya tampak bergerak-gerak. Tak tahu apa yang diucapnya.  Tapi masuk menit ke-18, ritual hening itu tampak menjadi semacam mantera atau doa yang ijabah. Itu ditandai dengan alam mendadak bereaksi. Tanpa tanda lazimnya jelang kedatangan hujan, langit cerah malam itu seketika mengantar angin menyeruak dan disusul rintik turun. Seiring temuan rada janggal itu, gerakan mulut Abah Rahman tampak semakin kencang. Komat-kamit tanpa suara.

Dan, diiringi temuan tubuh tambunnya tenggoncang-goncang, spiritualis pembuka misteri alam gaib itu mendadak mengeluarkan suara sangat beda. Suara baritonnya berubah sopran. Melengking tinggi, memecah hening ritual. "Ngaing datang deui..." Demikian kalimat yang terdengar dari suara lengking Abah Rahman. Bahasa apa itu? "Ngaing datang deui..." jeritnya lagi, dengan nada semakin tinggi. "Ngaing datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah," sambungnya lagi saat goncangan tubuhnya lamat-lamat mereda.

Dengan tipe suara yang semakin diyakini bukanlah asli milik sang dukun, kalimat asing itu kembali dilontar Abah Rahman. Kali sedikit lebih panjang. "Memang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancage hatena, ka nu weruh di semu anu saestu, anu ngarti kana wangi anu sajati..."  Usai mengucap kalimat itu, Abah Rahman tak lagi bereaksi. Diam dengan sepasang mata terus terpejam. Lima menit kemudian, dia pun bangkit. Ritual singkat itu usai dan kondisi Abah Rahmah tampak lemah. Belakangan, setelah rekaman audio peristiwa itu diulang simak, untaian suara asing yang ternyata dari sang roh leluhur akhirnya diketahui asal usul serta maknanya. Usut punya usut, ternyata itu bahasa Sunda kuno.

"Ngaing datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah..." Apa itu artinya? Roh masuk dalam ritual dan menyantap antaran sesaji harum itu ternyata memberi wejangan pada Abah Rahman. "Aku  datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah," begitu wejang sang roh menjawab permintaan hidup kaya yang diantar lewat komunikasi batin Abah Rahman. "Memang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancage hatena, ka nu weruh di semu anu saestu, anu ngarti kana wangi anu sajati..." demikian ucapan terahir sang roh jelang loncat dari raga Abah Rahman.

Dalam wejang pamungkas itu, sang roh mengaku dirinya memang akan datang lagi, tetapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, serta paham tentang harum sejati. "Harum sejati itu maksudnya sesaji yang harus dikirim rutin saban malam padanya. Jika itu syarat itu terlaksana, roh leluhur yang seperti dari masa sebuah kerajaan kaya raya itu mengaku siap membantu membuat hidup si pengirim sesajinya menjadi kaya," jelas Abah Rahman. Wah, rahasia dari sebuah jalan 'tuk menjadi kaya terbongkar... (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar