Sabtu, 31 Maret 2018

Sirang-sirang, Mistik di Balik 1001 Foto Ritual Abah Rahman

INI sejatinya soal kekuasaan Tuhan. Kalau Dia berkehendak, maka apapun yang muskil bakal tidak mustahil. Jadi, maka jadilah.
Begitu pula pengalaman aneh yang selama ini dialami sosok cenayang tambun ini.

Abah Rahman. Ia diketahui tak memiliki kemampuan teatrikal yang dapat membantu dalam menyugesti seseorang untuk percaya. Tapi
faktanya, asa dan obsesi sulit banyak orang berhasil teraihnya. Itu semua murni karena kemampuan magisnya. Satu yang juga tak
terlewatkan adalah kemisteriusan pandangannya yang acap menjangkau beberapa waktu ke depan.

Dikenal selalu menggelar ritual lewat media foto, namanya kini menjadi salah satu dukun yang turut dibicarakan. Itu pula yang membuatnya masuk dalam daftar sedikit paranormal negeri ini yang menggelar Festival Budaya Supranatural Nusantara di Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), Medan, akhir 2017.
Kini, selain ritual gaib, foto yang diantar para pasien menjadi benda tak bisa dipisahkan dalam hari-harinya. Gambar tak bergerak itu seolah menjadi kelengkapan ibadah spiritualnya. Namun bagaimana niat atau obsesi di balik selembar foto bisa terwujud nyata? Untuk menguak misteri itu, kita harus kembali pada belasan
tahun ke belakang.

"Banyak orang datang meminta tolong, tapi saya tak bisa menolong, ya puyeng..." Abah Rahman membuka cerita soal masa saat dia baru terjun ke dunia okultisme. "Saat itu saya sungguh kesulitan untuk mengobati pasien," imbuh mantan wartawan media supranatural itu. Ia terus bercerita.

Sebagai mantan jurnalis yang banyak meliput wilayah angker, suatu hari, dalam kegelisahannya Abah Rahman mendatangi secuil puing pura tua di pedalaman hutan Tanah Karo. Ini wilayah sisa budaya pemena, tepatnya Karo 800 tahun lalu saat warga di sana masih menggelar tradisi pembakaran mayat. Sejarah memang menyebut suku Karo hasil kawin mawin budaya India. Tradisi kremasi jenazah baheula di hutan itu dikenal bernama Sirang-sirang. Ritual kuno itu diketahui dipimpin seorang dukun. "Wilayah hutan bekas pura dan kini menjadi pemukiman roh-roh halus itu saya ketahui saat meliput peristiwa pencurian terhadap Meriam Puntung di Desa Sukanalu, (Kecamatan) Barus Jahe. Itu terjadi 27 Juni 1999," kenangnya. Dalam mitologi Karo, Meriam Puntung atau
Nini Meriam adalah saudara bungsu Puteri Hijau.


Begitulah. Di hutan bekas pura itu terdapat sisa sebuah halaman. Menilik dari gambaran lokasinya, Abah Rahman meyakini areal itu dulu berfungsi sebagai altar. Sedang ruang lain di sekitar itu dipenuhi pohon besar (Jabi-jabi), sampai-sampai sinar matahari pun nyaris tak mampu menembusnya. Karena yakin itu tempat sangat keramat, Abah Rahman pun sering datang ke bekas pura itu. Ia membawa sesajen, foto-foto pasien, dan meminta petunjuk agar diberi jodoh, keberhasilan usaha, atau apa saja niat baik banyak orang yang dititip padanya. Doa-doa itu terus dipanjatkan. Digelar tanpa henti dan diiringi rasa sabar yang besar.

Malah dalam pengakuannya, ketika sedang berdoa, dia sering melihat pohon-pohon besar yang memayungi daerah itu bergemeresak. Bergoyang keras seperti hendak tumbang. Tanda gaib itu yang kemudian membuat Abah Rahman meyakini segala permohonannya bakal menjadi kenyataan. "Dan syukurnya (semua doa) itu kemudian memang benar terjadi pada banyak pasien saya,"

Berdasar peta mistik Karo, magnet wilayah hutan angker itu diyakini terhubung dengan kekeramatan Gua Lau Pirik di Siberaya, Karo, serta gua mitos Putri Hijau dan 2 saudaranya di wilayah Delitua, Deliserdang, Sumatera Utara. "Karena itu, bila tak sempat ke sana, saya hampir saban hari membawa foto-foto dari pasien saya ke hutan Delitua dan niat-niat mereka yang saya doakan itu pun syukurnya terus terkabul," tandasnya. Anda percaya kehidupan roh halus? (sal)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar