Senin, 26 Maret 2018

Penyajen Meradang, Petaka Berdatangan

Catatan : Abah Rahman

RITUAL gaib di tempat keramat, ihh... Menyebut itu, di benak kontan terbayang tumbal atau korban. Orang yang ingin cepat kaya kelak harus rela salah satu keluarganya jadi tumbal. Demikian cerita beredar. Sejatinya itu tak sepenuhnya benar. Tumbal nyawa tidak dikenal di setiap ritual mistis gawe saya. Itu karena syarat sesaji diganti setiap hari terpenuhi. Ini 'bunga rampai' soal itu.

Roh halus atau jin yang bermacam-macam dan berbeda tingkatannya itu hidup menyebar dalam daerah kekuasaan masing-masing. Ada yang daerahnya luas, ada pula yang sempit. Mereka menyatukan diri dengan wilayahnya lewat cara-cara yang tentu sulit dimengerti manusia. Setiap dari mereka menjiwai daerahnya. Karena itu, masing-masing daerah punya karakteristik sendiri. Nah, jin atau roh yang menemukan tempat yang cocok, misalnya sebuah gunung atau sungai atau pohon tua, biasanya memilih wilayah itu sebagai pusat segala aktifitasnya. Ia menjadikan daerah itu
sebagai istananya. Rumahnya.

Lewat pengelanaan mengasah batin dan menjalani lelaku, beruntung saya masuk ke dunia okultisme itu. Hasil dari olah rasa terhadap alam super tersembunyi itulah segelintir di antara rupa-rupa makhluk tak kasat mata akhirnya berhasil dikenal. Pasnya : diakrabi. Bahasa manajemennya : dimitrai. Tentu keakraban atau kemitraan itu terjadi setelah lewat lelaku disertai rapalan mantra-mantra rahasia. Sulong Hitam, demikian salah satu sosok tak kasat mata terakrabi itu. Kisah supranatural darinya telah dibuktikan untuk masalah banyak orang yang saya bantu. Sosok tinggi,
legam, dan berkuncung itu memang semakin membawa saya terjun ke dunia antah berantah.

Sulong Hitam adalah roh penunggu sebuah pohon tua tak jauh dari tepi Sungai Deli di alur Pancur Gading, Delitua, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara. Berdasarkan legenda, wilayah itu memang dikelilingi oleh rute roh-roh halus. Dan di sana pula beberapa spiritualis acap berkumpul dan selalu memanjatkan doa bagi ketentraman hidup umat manusia. Begitulah. Lazimnya kisah jin baik, Sulong Hitam pun berfungsi sebagai teman kerja. Teman kerja dari parapenyajen yang datang ke tempatnya guna meminta bantuan keberkahan jalan nasib.

Cara kerjanya tentu membantu sang penyajen bekerja. Pedagang, misalnya. Sulong Hitam bekerja hingga membuat orang lain tertarik pada dagangan tuannya atau penyajennya. Kalau ia seorang pejabat, maka jabatan tuannya dengan cepat naik pangkat dan lain sebagainya. Artinya, Sulong Hitam selalu mempengaruhi orang lain untuk kepentingan tuannya. Syaratnya untuk itu? Tak ada tumbal nyawa. Uborampe untuk itu hanyalah sajen untuk Sulong Hitam diganti saban hari. Sirih, bertih, bunga macan kera, bunga sripah, leson, ronce melati, kemenyan, minyak duyung, dan kopi
adalah makanan dan minuman yang harumnya sangat disukai makhluk itu.

Rutinitas sajen dimulai sejak si pemilik hajat resmi meminta bantuan tuah Sulong Hitam. Di sinilah kesabaran dan keikhlasan mulai diuji. Itu karena sejak 'kerja sama' tersebut dimulai, sang penyajen biasanya mulai meradang karena hingga besok lusa niat yang dipanjatnya belum nampak terwujud. Jika itu terjadi dan orang itu tidak mengganti sajennya, Sulong Hitam pun akan marah.
Ceritanya, dia mulai menampakkan diri pada orang yang mengingkari janji sajennya itu. Kalau sudah begitu, penyajen yang akhirnya semakin meradang itu tentu harus tanggap. Kalau tidak, maka petaka beruntun mendatanginya. Akan terjadi kisah-kisah tak sedap. Sasaran Sulong Hitam hanya pada tuannya yang ingkar itu saja. Kalau tuan ingkarnya itu pedagang, maka usahanya mengalami penurunan. Jika dia politisi, teman-teman yang awalnya simpati berbalik antipati. Dan kalau dia sosok yang mencari kekayaan, makhluk halus itu akan menguras hartanya hingga bersih
tandas. Setidaknya, itu semua pernah terjadi pada beberapa orang ambisius dan super rewel yang saya kenal. Duh, Gusti... (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar