Selasa, 17 Februari 2015

Mengisi Kekuatan Batu Cincin Di Telaga Berpenghuni Gaib

Oleh : Abah Rahman

Sebuah telaga di kawasan Deli Serdang berdasarkan mata batin saya, bukanlah tempat biasa. Suasananya tenang dan sejuk, namun ada kehidupan lain di telaga itu.

Duduk menyepi di bibir telaga, ibarat masuk ke alam lain. Untuk itu, saya acap kali duduk di sana, ketika matahari kian rendong ke upuk barat. Melepaskan segala penat yang ada. Karena problem manusia datang silih berganti datang ke bilik praktek. Sedari dulu, semasa kanak-kanak, beginilah saya melepas kepenatan hidup.

Sejenak saya menikmati sebatang rokok non filter. Orang biasanya menyebutnya ‘rokok dukun’. Rokok berbungkus merah itu, kian seram saja, karena menampilkan gambar paru-paru terbuka, akibat karena sering merokok. Ada-ada saja pikirku, toh makin banyak orang banyak yang gemar merokok.

Ketika senja kian temaram. Saya coba melakukan dialog gaib dengan penunggunya Setelah membakar hio, dan asapnya mulai menyebar, saya terus coba melakukan ‘kulonuwon’ bagi sang ‘danyang’. Dan hasilnya sungguh membuat saya terpana.

Ternyata, di telaga itu bersemayam makhluk halus. Berjenis kelamin perempuan. Dia mengaku dari bangsa peri. Sungguh cantik dan mempesona. Ia terbang melayang layang, persis di atas permukaan air. Gaunnya yang serba putih, nyaris menyentuh air. Ia berputar-putar di depanku. Untuk selanjutnya ia berdiri tegak, persis di depan.

Peri itu menanyakan maksud kedatanganku ke tempat itu. Secara singkat, aku mengatakan, ingin menjalin silaturrahmi antar sesama makhluk, dan jika tidak keberatan, saya juga bermaksud minta bantuan secara gaib untuk mengisi kekuatan benda-benda yang saya maharkan.

Sang peri tersenyum. Manis sekali. Ia pun mengangguk tanda setuju. “Saya juga selama ini merasa terpanggil untuk membantu ummat manusia yang kesusahan. Namun saya tak tahu bagaimana caranya. Untunglah Kisanak datang kemari dan mengatakan hal yang sama. Pucuk dicinta ulam pun tiba,” katanya dengan bahasa yang lancar.

Makhluk gaib ini mengaku bernama Putri Kinanti. Ia pun meminta saya untuk mengeluarkan cincin-cincin yang akan diisi olehnya. Seketika aroma melati menyerbak di sekitar. Begitu menusuk hidung. Sesaat kemudian ia pun menyentuh beberapa buah cincin yang saya bawa. Lama sekali peri itu meritual cincin cincin itu.

“Baiklah Kisanak, terimakasih telah mengunjungi kediaman saya. Jika ada waktu luang mampirlah kemari. Temuilah aku disini ketika senja. Karena saat itulah bagiku yang aman untuk menampakkan wujud atau membantumu,” ujar sang Peri sembari membasahi bibirnya yang merah merekah. Melihat itu, saya hanya berdecak kagum dalam hati. Selain cantik, peri ini baik hati  pula.

Ia pun menghilang dari pandanganku. Namun aroma melati masih membekas, menyisakan jejaknya. Sesaat kumenatap cincin cincin yang sudah diritualnya itu. Sejurus kemudian, saya kemas dan masukkan ke dalam tas mungil yang saya bawa kemana pun pergi.

“Terimakasih sahabat gaibku, sahabatku penunggu telaga. Semoga cincin-cincin ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan,” ujar saya membatin. Dengan perasaan lega, saya beranjak dari telaga itu, sembari berjanji akan kembali lagi kesana. (*)