Rabu, 20 November 2013

Cincin Pelaris Itu ‘Mengantar’ Aku ke Pelaminan

Tahun 2013 ini merupakan tahun ke 8 aku berada di tanah rantau Medan, untuk menjalani takdir sebagai pedagang kerupuk jangek keliling. Tahun yang kurasa cukup mudah mengumpulkan uang, sehingga bisa berumah tangga. Tidak lain, berkat aku menggunakan cincin pelaris paranormal Abah Rahman. Cincin yang dibubuhi energi supranatural itulah yang ‘mengantar’ aku duduk di pelaminan.
Aku asli orang Minang, yang merantau ke Medan dan kos di rumah sesama orang Minang sejak 8 tahun yang lalu. Selama itu pula aku melakoni pekerjaan sebagai pedagang kerupuk jangek keliling. Pekerjaan yang pada awalnya kusebut terpaksa, karena tidak punya pilihan. Harus memeras ‘keringat jagung’ berjalan kaki di tanah rantau, karena tidak punya ijazah untuk melamar pekerjaan yang lebih baik. Dan tidak pula punya keterampilan, karena aku terlahir dari keluarga yang serba kekurangan.
Hanya bermodalkan semangat ingin bertahan hidup dan ingin membantu ekonomi orang tua di kampung, kulakonilah pekerjaan yang ditawarkan ibu kosku, sekaligus bosku itu. Dia jugalah yang memberi aku beberapa bekal, supaya pulang bisa bawa uang dan tidak tersesat. Dari mulai bekal berupa peta kota Medan plus nomor handphonenya, hingga amalan doa, yang menurutnya untuk pelaris.
Singkat kisah, sungguhpun aku didukung penuh oleh ibu kos sekaligus bosku itu, tapi pekerjaanku ini boleh dibilang belum sesuai harapan. Banyak faktor yang jadi penyebab. Dan yang terbesar pengaruhnya menurutku, adalah faktor internal diriku. Yakni ketidaksiapan, karena aku kurang percaya diri. Disamping memang, persaingan dagang yang begitu ketat. Hampir di setiap kedai di gang-gang perumahan, sudah ada menjual kerupuk jangek yang dikemas dengan bungkusan kecil, sehingga harganya relatif lebih murah. Tapi begitu pun faktanya, aku masih bisa bertahan. Karena ya itu tadi, aku ingin bertahan hidup di tanah rantau dan ingin membantu orang tua di kampung.
Dan kurasa pendapatanku normal lah ya. Normal sesuai dengan kemampuanku menjangkau wilayah Medan dengan jalan kaki. Termasuk kemampuan meyakinkan pembeli, di tengah persaingan ketat. Sebulan rata-rata dapatku hingga Rp 2 juta.
Jadi sebetulnya, untuk seorang lajang seperti aku, penghasilan sebesar itu sudahlah memadai. Sudah bisa mengirim ke kampung hingga Rp 500 ribu perbulan, untuk membantu biaya sekolah adik-adik. Tapi itulah, ayahku tiga tahun belakangan ini sakit stroke pula, karena terlalu keras berfikir. Sehingga aku harus punya tambahan penghasilan hingga Rp 1 juta lagi sebulan. Karena sebesar itu biaya pengobatan ayah setiap bulannya.
Cincin Pelaris Alhamdulillah, pengalaman hidup di tanah rantau membuat pemikiran dan keyakinanku berkembang. Aku semakin yakin, seberat apa pun masalah, kalau kita tenang menghadapinya, Insya Allah solusinya. Ini kusebut, karena sejak enam atau tujuh bulan belakangan ini aku bisa punya pengasilan hingga Rp 3,5 juta perbulan, bahkan lebih dari itu. Ya kerupuk jangek juga yang dijajakan.
Ceritanya begini. Aku kan punya cewek sejak dua tahun lalu. Juga orang Minang yang sama-sama merantau. Ikut abangnya, yang tinggal tidak jauh dari rumah kosku.
Syukurnya, berkat dukungan abangnya, ia bisa menamatkan SMK. Dan Alhamdulillah, dia bisa pula buka internet dan main facebook. Dari petualangannya di dunia maya itu, dia pun berteman, apa istilahnya, bertemanlah ya.., dengan salah satunya paranormal Abah Rahman. Dengan Abah Rahman lah cewekku itu curhat soal masalah yang sedang kualami.
Singkat kisah lagi. Dari konsultasi itulah, aku pun terdorong melakukan usaha baru dengan cara memakai cicin pelaris. Karena masuk akalku. Pertama, aku diyakinkan Abah Rahman bahwa cincin merupakan media usaha. Dan yang menentukan hasilnya, mutlak hanya Allah. Kedua, aku tidak harus menjalani ritual yang aneh-aneh. Dan tidak perlu menyiapkan sesajen dalam kurun waktu tertentu, karena yang bermaqom di cincin pelaris tersebut bukanlah jin atau sebangsanya. Melainkan energi supranatural, yang dibubuh Abah Rahman melalui proses olah bathin.
Namun, oleh Abah Rahman aku diingatkan tidak boleh tinggal sholat fardhu, dan harus merutinkan sedekah, walaupun sedikit. Dan ketiga, aku diberi amalan doa. Ada yang mesti diwiridkan selesai sholat fardhu, ada pula yang diwiridkan pada saat mau tidur. Kemudian, doa pada saat hendak keluar rumah untuk menjajakan dagangan.
Alhamdulillah, proses penantian hasil tidak begitu panjang. Dalam waktu tidak sampain dua bulan agaknya, cincin peralis dari Abah Rahman yang kumahari Rp 300 ribu itu tidak hanya dapat membuka jalan untuk mendapatkan lebih dari Rp 3,5 juta sebulan. Tetapi juga telah ‘melahirkan’ sebuah cicin tuangan. Dan ‘mengantarkan’ aku duduk di pelaminan.
Dan pastinya, aku tetap bisa membantu pengobatan ayahku di kampung. Alhamdulillah ya Allah. Terimakasih Abah Rahman. Masih kami butuhkan jasamu Abah, untuk mewujudkan cita-cita istriku. Yakni Punya warung nasi yang laris, yang targetnya di mulai tahun depan. Karena harus mengumpul modal dulu. Mohon maaf bila ada yang salah pada testimonial ini, Karena aku cerita apa adanya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar