Senin, 25 Februari 2013

Pulanggeni, Berangsar Kekuasaan & Kewibawaan


Bukan rahasia jika di kalangan pejabat di negeri ini masih mengenal keris ageman yang disebut sebagai piandel keluhuran baik untuk melanggengkan kekuasaan, kewibawaan, pagar diri, hingga keberuntungan. Bagaimana sebenarnya keris yang cocok untuk para pejabat itu?

DALAM konsep kehidupan orang Jawa boleh dibilang lengkap dan sempurna apabila telah memiliki lima hal yaitu kukilo (burung), wanito (wanita), turonggo (kuda), curiga (pusaka), dan wisma (rumah). Jika salah satu belum dimiliki, maka terasa belum sempurna hidupnya sebagai orang Jawa, makanya orang Jawa yang hidupnya sudah mapan pasti memiliki ke-5 hal tersebut. Di zaman modern sekarang ini pun masyarakat Jawa masih memegang teguh filsafat kepercayaan hidup tersebut. Apalagi menyoal curiga atau pusaka merupakan sesuatu yang memiliki arti penting. Pusaka tersebut bisa berupa tosan aji seperti keris, tombak, badik, patrem, dll.

Menurut pandangan umum masyarakat Jawa pusaka jenis keris lebih tinggi derajatnya daripada pusaka bentuk lain karena dahulu para leluhur mereka dari kalangan raja dan bangsawan banyak yang menggunakan pusaka jenis keris. Sedangkan golongan prajurit, kesatria menggunakan pusaka jenis tombak. Dalam perkembangannya keris tidak hanya dipakai oleh golongan bangsawan, tetapi semua golongan masyarakat. Oleh karena itu, keris tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat Jawa.

Sebuah keris tidak dibuat begitu saja tanpa alasan apa pun. Sebuah keris merupakan lambng, permohonan, dan cita-cita dari pemilik/pemesan keris pada waktu itu. Contohnya, keris Empu Gandring yang dipesan Ken Arok (Raja Pertama Kerajaan Singosari) kepada Empu Gandring dibuat/dipesan untuk memperlancar dan memperkokoh kekuasaannya kelak. Keris Naga Sasra dan Keris Sabuk Inten dibuat untuk tujuan menanggulangi balak/musibah dan kelaparan yang terjadi pada waktu itu. Jadi sebuah keris memiliki angsar/manfaat masing-masing.

Untuk mengetahui manfaat sebuah keris sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan seseorang, kita bisa mengetahui manfaat sebuah keris dari luknya ataupun dari pamor yang dimilikinya dengan melihatnya pada pakem keris. Atau bisa juga melihat manfaat keris dengan cara menayuhnya. Sebuah keris cocok untuk seseorang belum tentu cocok bagi orang lain. Misalnya seoarang pedagang cocok menggunakan keris banyu mili, tetapi jika digunakan oleh pejabat akan kurang cocok karena angsar pusaka banyu mili hanya mampu menimbulkan aura gaib kelancaran rezeki dan tidak mampu menimbulkan aura kewibawaan dan kekuasaan.

Keris Sapuan Tangan

Beberapa hari lalu, Kamis (4/10), menjelang keberangkatan ke ibu kota, Joko Widodo (Jokowi) memperoleh tali asih dari karyawan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, berupa sebilah keris dan wayang Puntadewa. Dua benda budaya itu diserahkan saat apel terakhir Jokowi bersama karyawan Pemkot Solo, di halaman Balaikota. Keris tersebut ternyata bukan keris sembarangan, pembuatan keris tidak menggunakan teknologi pande, namun hanya dielus dengan tangan. Itu artinya, ketika membangun Jakarta nanti, Jokowi mesti mengedepankan sapuan tangannya yang halus, tanpa harus menyakiti rakyat, sebagaimana karakter Puntadewa. Keris yang tidak dibuat dengan pande, tetapi dengan sapuan tangan (pejetan tangan, Jawa) adalah keris istimewa karena hanya bisa dibuat oleh empu sakti sekelas Empu Suro dan Empu Sombro. (posmo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar