Kamis, 11 Agustus 2011

Cincin Pelaris Itu Melahirkan Cincin Tunangan



2011 merupakan tahun ke- 13 aku melakoni pekerjaan sebagai
sales door to door. Tahun yang kurasakan bagaimana nikmatnya
mencari uang dengan memeras ‘keringat jagung’. Tidak lain karena,
cicin pelaris paranormal Abah Rahman telah ‘melahirkan’
sebuah cincin tunangan seberat 3,1 gram.


Margaku Lubis, yang merantau ke Medan dan kos di rumah orang lain sejak 13 tahun yang lalu. Selama itu pula aku melakoni pekerjaan sebagai sales door to door. Melalak hingga ke luar kota menjajakan asesoris rumah tangga, seperti gambar berbingkai, lukisan, plang nama dan nomor rumah, kaligrafi, dan berbagai ragam hasil kerajinan berbahan limbah.

Pada dua hingga tiga tahun pertama aku di Medan, yang kujual sumbu kompor, aneka kapas dan korek kuping. Menjajakan dagangan milik orang sekampungku. Tapi karena sales-sales beliau sudah memasukannya ke kedai-kedai hingga pelosok desa, ya akibatnya pasarku menjadi sempit. Untuk mengikuti jejak sales toko itu, aku nggak bisa. Walaupun ada yang meminjamkan kereta, tapi aku nggak bisa menjalankannya. Karena ayahku terlalu miskin, sehingga dalam hidup kami tidak pernah sekali pun kredit kereta.

Yang ada cuma sepeda ontel alias zadul (daman dulu). Semula ada tiga. Punya ayahku dan emakku untuk pengakutan hasil ladang dan kayu bakar. Terus yang satu lagi, untuk aku dan dua adikku. Juga untuk cari makan. Tapi yang punyaku terpaksa dijual denga harga relatif rendah, untuk bekalku ke Medan. Mereknya Ramola, yang kalau tak salah buatan Belanda tahun 1932. Yang kalau dijual sekarang, wow.. lumayan tinggi.

Buatan Sendiri
Jadi, karena nggak bisa meneruskan usaha sumbu kompor, aku pun berinisiatif menjual majalah-majalah bekas. Kubeli di titi gantung dan pajak petisah, lalu kujual dengan menggelar lapik plastik di depan sekolah-sekolah. Ada juga buku-buku mata pelajaran yang kujual.

Tapi usaha itu tidak bisa berlangsung lama. Walaupun untungnya lumayan, tapi volume penjualannya terlalu kecil. Banyak hambatannya, termasuk minat baca orang yang masih rendah. Atau mungkin komunikasiku belum baik, karena bahasa Mandailingku masih kental. Maklumlah, sebelum ke Medan aku tidak pernah keluar kampung dan hanya mampu menamatkan SD.

Terus, aku berinisiatif membuat papan nama dan nomor rumah berbahan plastik. Juga membuat asbak rokok dan hiasan meja dari akar kayu. Keberanian ini muncul karena dimotivasi oleh sebuah buku. Buku yang kubeli di titi gantung.

Ya walaupun belum sempurna sebagaimana petunjuk buku, ya kujajakan saja. Agak lumayan memang. Makanya hingga bertahun-tahun aku melakoninya. Menjual buatan sendiri.

Dari keuntungan yang terkumpul, kutambahi lagi jenis jualannya. Dari mulai yang keci-kecil, hingga tertentengkulah lukisan berbingkai yang harganya sampai Rp 200 ribu perbuah. Semuanya kujajakan dengan berjalan kaki.

Minimal Rp 3,5 Juta
Kurasa pendapatanku normal lah ya. Normal sesuai dengan kemampuanku menjangkau wilayah dengan jalan kaki. Kemampuan meyakinkan pembeli. Dan tentunya kemampuan modal.

Terus, aku tidak merasakan ada persaingan. Karena bersaing sama siapa aku. Karena yang kujual buatanku sendiri dengan caraku sendiri pula. Kalau pun ada sales yang sama, tapi nggak ada masalah. Karena pasar dooor to door ini kan luas. Tinggal bagaimana menjangkaunya saja.

Cuma, karena ayahku mengidap penyakit berat sejak enam tahun lalu, yang berarti harus ada biaya rutin untuk pengobatan, kebutuhanku besar jadinya.

Walaupun masih lajang, aku harus punya penghasilan minimal Rp 3,5 juta sebulan. Untuk kebutuhanku di Medan, minimal Rp 2 juta. Bantuan untuk emak Rp 500 ribu. Dan Rp 1 juta lagi untuk biaya pengobatan ayah.

Nah, kalau tidak sampai Rp 3,5 juta, pasti aku berutang atau mengerogoti modal usaha. Makanya sampai setahun juga aku merasakan bagaimana susahnya kepala pening. Karena masih susah mendapatkan penghasilan sampai sebesar itu. Sementara sejak dua tahun lalu, aku sudah menambat hati seorang gadis asal pulau Jawa, yang juga merantau ke Medan. Dan kami telah sepakat, semakin cepat nikah, semakin bagus.

Cincin Pelaris
Aku semakin yakin, seberat apa pun masalah, kalau kita tenang menghadapinya, Insya Allah solusinya ada dan terasa baik. Ini kusebut, karena sejak enam atau tujuh bulan belakangan ini aku bisa punya pengasilan hingga Rp 3,5 juta bahkan lebih dari itu. Bahkan..., ntar kuceritakan ya.

Begini awalnya. Cewekku itu kan, sudah bisa buka internet dan main facebook. Dari petualangannya di dunia maya itu, dia pun berteman, apa istilahnya, bertemanlah ya.., dengan Abah Rahman.

Dengan Abah Rahman lah cewekku itu curhat soal masalah yang sedang kualami. Dan singkat cerita, dibawa cewekku itulah aku ke praktek Abah. Katanya, untuk konsultasi dengan seorang paranormal muda di tempat prakteknya.

Singkat cerita lagi. Aku menurut. Dan dari konsultasi yang dilakukan, aku pun terdorong melakukan usaha baru dengan cara memakai cicin pelaris. Karena masuk akalku.

Pertama, aku diyakinkan Abah Rahman bahwa cincin merupakan media usaha. Dan yang menentukan hasilnya, mutlak hanya Allah.

Kedua, aku tidak harus menjalani ritual yang aneh-aneh. Oleh Abah Rahman aku diingatkan tidak boleh tinggal sholat fardhu, harus memperbanyak sedekah walaupun rezeki belum mantap. Dan ketiga, aku diberi amalan doa. Ada yang mesti diwiridkan selesai sholat fardhu, ada pula yang diwiridkan pada saat mau tidur. Kemudian, doa pada saat hendak keluar rumah untuk menjajakan jualan.

Kemudian, yang termasuk istimewa, aku boleh menghubungi handphone nomor 013 7630 6023 milik Abah Rahman, kapan saja. Untuk curhat atau apa saja yang wajar-wajar.

Alhamdulillah, proses penantian hasil tidak begitu panjang. Dalam waktu tidak sampaindua bulan, cincin peralis dari Abah Rahman yang kumahari Rp 300 ribu itu tidak hanya dapat membuka jalan untuk mendapatkan lebih dari Rp 3,5 juta sebulan. Tetapi juga telah ‘melahirkan’ sebuah cicin tuangan.

Berat cincin pas pula dengan yang kuniatkan. Yakni 3,1 gram. Karena aku merasakan bagaimana nikmatnya mencari uang dengan memeras ‘keringat jagung’ pada tahun ke 13 aku jadi sales door to door. Alhamdulillah ya Allah. Terimakasih Abah Rahman. Masihku butuhkan jasamu untuk mengantarkan kami ke pelaminan, targetnya tahun depan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar