Kamis, 11 Agustus 2011

Aku Ingat Cincin Pelaris Itu Sumbangsih Abah Rahman



Aku ingat betul, cincin pelaris yang dipakai emakku berdagang keliling sejak dua tahun lalu itu merupakan sumbangsih paranormal Abah Rahman.

Sejak emakku memakai cincin itu, penghasilannya cukup baik.
Dan dari pengasilan yang baik itu pula kini aku menjadi
seorang mahasiswa sebuah PTN.


Ayahku yang memberiku nama panggilan Butet telah berpulang ke Rahmatullah sejak awal tahun 2003 lalu. Sejak itu pula emakku mengambilalih pekerjaan ayah berdagang aneka bubur dengan cara berkeliling kota.

Semula emak ingin beralih pekerjaan, karena pengasilan dari berdagang bubur belum menjanjikan. Baru bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum bisa disisih untuk tabungan. Sementara emak trauma dengan nasib ayah yang pengobatan atas penyakit struknya tidak maksimal. Dan ia tidak ingin pengalaman serupa terjadi lagi.

Tapi begitulah, karena pendidikan dan keterampilan tak ada, akhirnya keinginan hanya menjadi angan-angan. Emak tetap menggohet sepeda untuk menjajakan bubur, keluar masuk gang. Sementara aku dan seorang kakakku, apalah yang bisa dikerjakan. Kami harus konsentrasi sekolah, karena ayah bercita-cita supaya kami jadi sarjana.

Begitu pun bukan kami menbiarkan emak bergelimang peluh sendirian. Pekerjaannya di rumah tetap kami bantu. Kemudian, aku dan kakakku gantian menjaga warung bubur yang kami buka di teras rumah. Itu dilakoni bertahun hingga kakakku dan aku tamat SMA. Kakakku sudah tahun kedua menjadi mahasiswi di PTN. Dan sekarang kususul. Aku baru saja lulus testing di salah satu PTN.

Hidup Pas-pasan
Lama juga kami menjalani hidup pas-pasan. Dengan pengalaman, diantaranya, menjual cincin dan tv saat emak opname karena terjerembab di jalanan melanggar tumpukan krikil orang yang mau bangun rumah.

Juga terpaksa berurusan ke rentenir berkedok koperasi, ketika cicilan kredit rumah menunggak hingga empat bulan. Sepeda motor kreditan yang ditarik showroom. Dan dinamika kehidupan lainnya dari sebuah keluarga yang hidup di tanah rantau, tanpa ada bantuan dari siapa pun. Kecuali jiran tetangga.

Alhamdulillah, agaknya, sejak dua tahun lalu kehidupan kami nampak berubah. Emak sudah bisa menjamin aku bisa ditanggulanginya jika ingin kuliah. Juga mengaku yakin, kalau kredit rumah sebesar Rp 1.050.000 sebulan bisa dituntaskannya. Dengan catatan, aku dan kakakku tidak mengurangi keterlibatan alam usahanya.

Itulah keadaan yang kami jalani selama lebih kurang dua tahun. Hingga sampailah tiba saatnya aku bisa lulus dari SMA swasta berbiaya lumayan. Terus, menjadi mahasiswa di sebuah PTN.

Abah Rahman
Aku tahu kalau emak sering bertandang ke praktek paranormal Abah Rahman. Tapi aku nggak begitu tahu apa keperluan emak. Karena yang selalu menemani adalah kakakku.

Baru kemarinlah aku tahu, kalau di jari manis tangan kiri emak terpasang sebentuk cincin, yang diakui emak merupakan sumbangsih Abah Rahman. Dibilang sumbangsih, karena pemberian Abah Rahman dengan mahar tidak berupa uang, yang semestinya sebesar Rp 300 ribu.

Tapi berupa janji emak untuk bersedekah kepada anak yatim yang setiap hari dicicil hingga minimal Rp 300 ribu. Alhamdulillah, kata emak, tidak sampai tiga bulan janjinya itu dapat ditunaikan. Itu pulalah awal ceritanya,sehingga bersedekah dengan anak yatim setiap hari, walaupun Rp 1.000.- menjadi tradisi keluarga kami.

Masuk Akal
Emak memberitahu soal itu saat aku dan kakakku diajak diskusi tentang managemen keuangan keluarga. Menurut emak itu penting, karena pembiayaan yang harus dikeluarkan setelah statusku mahasiswa menjadi bertambah.

Karena pemberitahuan itu pulalah akhirnya menjadi terlintas dipikiranku beberapa hal penting yang kami alami atau jalani selama dua tahun belakangan ini. Sehingga kesimpulannya, masuk diakal kalau cincin pelaris sumbangsih Abah Rahman itu punya tuah tersendiri bagi kami.

Salah satunya, emakku sering mengundang jiran tetangga yang kami yakini alim untuk sholat berjamaah di rumah. Kemudian doa bersama dan dijamu. Ini merupakan bentuk keyakinan emak bahwa kita butuh doa orang lain. Karena termotivasi bahwa, bergunanya cincin pelaris dari Abah Rahman itu, karena diawali dengan doa-doa Abah Rahman dan mungkin saja gurunya. Manfaatnya, usaha yang kami lakukan dalam berbagai hal menjadi lancar.

Begitulah faktanya. Aku jadi teringat, cincin pelaris yang dipakai emakku itu merupakan sumbangsih Abah Rahman. Yang ketika keyakinan kita benar, member dampak yang baik dalam berprilaku. Salah satunya, ya itu tadi, emakku jadi rajin mengundang jiran yang intinya minta didoakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar